Percayahkah anda: Sejak dulu manusia selalu ditakdirkan untuk saling membunuh, pendusta, penghianat, idiot, maling, bajingan, rakus, pencemburu, ambisius, berpikiran buas, bermoral bejat, munafik dan goblok...

4 Sep 2010

40 Days in Europe

Oleh: SangKodok






 


Judul:40 days in Europe
Penulis:Maulana M. Syuhada
Penerbit:Bentang
Halaman:550 halaman


40 Days in Europe merupakan sebuah judul buku yang menceritakan tentang sekelompok anak muda yang berjuang mengenalkan budaya Indonesia melalui alat munsik tradisional ke benua eropa. Penulis buku 40 Days in Europe adalah seorang mahasiswa yang sedang melanjutkan studi master di Jerman, penulis merupakan seorang mahasiswa yang sangat mencintai budaya-budaya tradisional Indonesia. Selama melanjutkan studi di Jerman ia aktif dan sering terlibat di berbagai kegiatan seni dan budaya, hingga pada tahun 2002 ia mendirikan sebuah grup angklung dikampusnya dengan nama " Angklung-Orchester Hamburg", dalam grup angklung tersebut banyak sekali mahasiswa asing yang berasal dari bebrbagai negara yang berbeda belajar untuk memainkan dan mementaskan alat musik yang terbuat dari bambu tersebut.

Membaca buku ini kita seakan ikut merasakan bagaimana perjuangan mereka, suka dan duka dalam perjalanan, serta menyadarkan dan membuat kita merasa bangga menjadi orang Indonesia dengan berbagai macam dan beranekaragamnya kekayaan budaya dan kesenian bangsa kita. Buku ini merupakan hasil rangkuman dari kisah perjalanan si penulis bersama tiga puluh lima personel sebuah grup angklung dari sekolah menegah atas di bandung (SMA 3). Atau yang biasa disebut Keluarga Paduan Angklung SMA 3 Bandung (KPA 3) yang membawa misi budaya “Expand the Sound of Angklung” atau (ESA), selama kurang lebhi 40 hari menggelilingi kota-kota di negara Eropa seperti Frankfurt, Bremen, Berlin, Brussel, Paris, Aberdeen, Brussels, Praha, dan Munchen.

Mungkin kita tidak menyangka alat musik yang terlihat begitu sederhana dan bersahaja dapat menghasilkan harmonisasi suara yang sangat indah dan dapat membuat serta menaklukan kota-kota yang mereka singgahi, mereka dapat membuat penonton terkesan dan merasa takjub ditenggah-tengah arus budaya barat yang mungkin tidak dapat dibendung lagi. Terlepas dari hasil yang membanggakan terebut tidak sedikit kendala-kendala atau problem yang dihadapi oleh mereka ditengah-tengah perjalanan seperti ketika koper besar berisi peralatan angklung yang belum sampai di bandara sementara mereka harus tampil, atau kendala sound system yang tidak memadai di panggung outdoor sementara suara angklung mudah sekali terbawa angin, dan yang paling besar adalah kendala dana, di mana tiba-tiba perusahaan yang menjadi sponsor terbesar mereka membatalkan kontraknya secara mendadak, menjadikan mereka semua harus tetap berusaha menggalang dana di setiap negara yang mereka kunjungi.

Namun, berbekal keberanian, kerja keras serta mimpi untuk membuat tim ini sejajar dengan musisi-musisi internasional lainnya, tak ada rintangan yang tak dapat dilalui. Meski tertatih, kelompok musisi yang membawa misi “Expand the Sound of Angklung” ini terus menebar pesona di seantero eropa. Berbagai kota mereka taklukkan dengan keindahan alat musik tradisional asli Indonesia. Semua terkesan, semua takjub dengan keajaiban yang bisa didatangkan oleh sebuah instrumen musik. Pada akhirnya, misi budaya ini menegaskan identitas sebuah bangsa yang bisa berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lainnya.

Banyak pelajaran yang dapat kita ambil setelah membaca buku ini kegigihan dan keingginan yang kuat untuk mewujudkan sebuah impian, kebersamaan serta kerja sama yang memberi arti penting untuk sebuah kesuksesan, dan yang terpenting bagaimana kita bisa memaknai, menerima dan menghargai perbedaan-perbedaan dan menyatukannya dengan budaya. Well, sekali lagi buku ini is a must read. Very inspiring and motivating. Menyadarkan kita bahwa impian sesulit apapun bisa terwujud selama kita mempunyai motivasi, kerja keras dan semangat tinggi. Mungkin satu-satunya kelemahan buku ini adalah halaman-halaman yang berisikan Email-email penulis dengan kenalannya dengan menggunakan bahasa inggris yang membicarakan rencana mereka. The problem is they’re written in English.

1 komentar:

  1. Kisahnya mau diangkat jadi film lhoo.. Dukung ya di kitabisa.com/film40days ^_~

    BalasHapus