Oleh: SangKodok
Saya Tidak Akan Menyuruh Anda Golput,
Tapi Saya Menentang Pengharaman Golput, dan
Menuntut Pembubaran MUI
Tapi Saya Menentang Pengharaman Golput, dan
Menuntut Pembubaran MUI
Didalam Undang-undang yang mengatur tentang Pemilihan Umum di Indonesia, tidak disinggung adanya Golput. Namun ketika kita mencari subtansi undang-undangnya, Golput bukan sesuatu yang mustahil terjadi. Karena secara eksplisit undang-undang tidak mengharuskan bagi warga negara untuk memilih atau dipilih. Sudah menjadi suatu kelaziman bahwa yang harus dilaksanakan itu adalah kewajiban. Sedangkan hak, wewenang penuh dari yang punya hak.
Dalam Islam diskursus golput atau Pemilu secara umum jarang digagas oleh para fuqaha. Meskipun demikian, hadirnya Khulafa’ al-rasyidin sebagai pengganti kepemimpinan Rasulullah dalam aspek pemerintahan bila kita mencermati banyak indikasi-indikasi yang mencerminkan nilai-nilai yang bercorak demokratis. Dalam catatan sejarah, wafatnya Rasulullah sempat menggoncangkan umat Islam, banyak polemik yang timbul dikalangan umat Islam dan para sahabatnya mulai dari permasalahan siapa sebenarnya yang akan menggantikan kedudukan Nabi Muhammad saw, dalam sisi pemimpin pemerintahan. Karna dalam catatan sejara umat Islam Rasulullah tidak meniggalkan pesan ataupun wasiat kepada umatnya baik itu para sahabat-sahabat dekatnya sipa yang akan mengantikan Beliau setelah meniggal dunia.
Dari permasalahan diatas timbullah benih-benih fanateisme golongan. Golongan Muhajirin dan Anshar sebagai dua kekeuatan besar dalam umat muslim pada saat itu sama-sama menginginkan kursi kekhlifahan. Perdebatan dan ketegangan antara ke dua golongan tersebut tidak dapat dihindarkan ketika terjadi prosesi suksesi secara sederhana, dan akhirnya (finalnya) memunculkan nama Abu Bakar sebagai khlifah pertama bagi umat muslim dalam sisi pemimpin pemerintahan. Harus diakui bahwa terpilihnya Abu Bakar dalam konstelasi perpolitikan dunia Islam memiliki arti yang sangat monumental bagi system kenegaraan bangsa-bangsa dunia saat itu. Nilai-nilai yang diterapkan mencerminkan suatu system demokratis sekaligus menepis upayah penerapan ala monarki.
Pembaiatan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam pada saat itu terhadap Abu Bakar, secara tidak langsung mengindikasikan legalitas kedaulatan rakyat. Sehingga meskipun belum dilaksanakan pemilu secara langsung, konsensus golongan Muhajirin dan Anshar memiliki hakekat yang tidak jauh berbeda dengan pemilihan umum. Sampai pada masa Utsman, perjalanan kekhalifahan umat Islam belum menampakan adanya golongan yang abstain atau golput. Fenomena yang berkembang baru hanya sekedar sikap-sikap oposan dari beberapa kelompok yang tidak respek terhadap sikap khalifa (fitna terhadap khalifa sampai konspirasi matinya khalifa oleh elite oposan sebagai bukti konkrit yang sudah mencapai titik kulminasi).
Indikasi adanya golongan yang abstain atau golput baru muncul pada priode khalifa Ali bin Abi Thalib. Dimana pemicunya berawal dari Siti Aisyah yang mendukung secara fisik untuk melawan dan menampakan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Ali. Pertumpahan darah dikalangan umat muslim tidak dapat dihindari. Ketika perselisihan semakin memanas, muncul satu kelompok yang dimotori oleh Abdullah ibn Umar yang memilih sikap abstain atau diam. Kelompok tersebut membentuk poros tengah dengan tidak ikut serta dalam pertempuran, baik untuk membela Khalifa Ali maupun menyokong gerakan Siti Aisyah.
Performance Abdullah dalam banyak hal bisa dikatagorikan sebagai sikap golput, mereka merasa tidak terwakili sama sekali oleh kedua kubu yang bertikai. Dalam posisi yang serba sulit tersebut sampai-sampai Abdullah ibn Umar memberikan statement politik, “Demi Allah, Kami tidak mengerti apa yang harus kami lakukan. Persoalannya benar-benar dilemma bagi kami. Karenanya kami bersikap diam saja.”
Sikap golput dalam Islam juga merembet ke dalam sisi theology. Ditengah-tengah pertentangan antar berbagai aliran (madzhab) yang ekstrim seperti Khawarij yang begitu dengan mudahnya mengkafirkan orang mukmin yang berbuat dosa besar, Syiah yang mengklim dirinya paling berhak atas kursi kekhalifahan, Ahlussunnah wal jamaah yang memandang orang mukmin yang berbuat dosa besar mashi tetap dalam bingkai mukmin, bahkan dalam era demokrasi di Indonesia MUI dengan berbagai macam fatwanya akan mengeluarkan fatwa bahwa golput haram hukumnya. Terlepas dari hal tersebut muncul satu kelompok pemikiran yang bersifat abstain yakni kelompok yang menamakan Murji’ah suatu kelompok yang tidak memberikan sikap pasti terhadap penerjang dosa besar (mukmin atau kafir ?) dengan alasan permasalahan ini sebenarnya sudah masuk dalam otoritas ketuhanan, yang artinya menuggu keputusan di akhirat yang akan dihakimi Allah swt.
Sebagai upayah untuk menegakkan kedaulatan rakyat, pemilihan umum merupakan suatu keharusan bagi kontinuitas pemerintah yang konstitusional sebagai pengatur rakyat. Meski demikian secara privacy hak pilih warga negara tidak bias diganggu gugat. Saya, anda, kami dan kita semua bisa menyalurkan hak tersebut sesuai dengan hati nurani sebagai manivestasi dari kedaulatan rakyat. Tidaklah dibenarkan adanya upayah-upayah pemaksaan kehendak untuk menyalurkan pilihan ataupun sikap golput kepada kita. Sebaliknya, seseorang juga berhak sepenuhnya untuk memilih sala satu yang representative baginya ataupun bersifat golput. Golput merupakan pilihan seseorang warga negara dalam era demokrasi.
Diambil dari Buku Islam Kebangsaan Prof. Dr. KH. Said Aqiel Siradj, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar